Pesan Singkat

Kamis, 09 Desember 2010

Peranan Orang Tua dalam Berlatih Teater.

Salah satu kendala yang dialami Teater Anak Negeri (TeaterAN) dalam mengelola teater berbasis anak-anak adalah kurangnya pengetahuan orang tua tentang teater dan keinginan orang tua yang serba instant untuk menyaksikan anaknya mampu menguasai berbagai hal yang dilatihkan di teater. Teater adalah ranah kesenian yang mencakup seni-seni lainnya. Berlatih teater adalah berlatih seni peran, berlatih seni tari, berlatih seni musik, berlatih seni vokal, berlatih seni rupa, dan banyak lagi termasuk berlatih berorganisasi. Berlatih teater tidak cukup dengan hitungan waktu seperti yang banyak dijanjikan pada les-les bahasa yang menjamin 3 bulan pasti lancar walau pada kenyataannya tetap saja setelah setahunpun anak tidak mampu berbicara mengungkapkan pikirannya.

Berbeda dengan sangar-sangar seni, bisnis bimbingan belajar pendidikan, sekolah musik ataupun sanggar teater lainnya, Teater Anak Negeri melatih anak-anak sesuai dengan tujuan Daya Cipta budaya yakni menciptakan generasi yang mampu mengungkapkan pikirannya melalui bahasa dan tulisan. TeaterAN membuka wawasan anak-anak untuk mengenali dirinya, lingkungannya dan  imajinasinya. Sebuah pementasan tidak menjadi tolok ukur prestasi, tetapi kemampuannya untuk berintearksi dengan teman-teman dan berlanjut dengan interaksi diberbagai komunitaslah yang dapat menjadi penilaian keberhasilannya. Kemampuan ini pada saatnya kelak akan menjadikannya penuh percaya diri dengan kreatifitas yang dikuasainya, berani mempresentasikannya pada publik dan mampu membangun jaringan pertemanan.


Peran orang tua untuk mempercepat seorang anak menguasai suatu keterampilan sangat berkorelasi penting disini, seperti misalnya menyediakan alat musik untuk berlatih di rumah, sumber-sumber bacaan sastra atau bahkan perangkat audio untuk berlatih bernyanyi jika memungkinkan, dll.

Hal penting lainnya yang harus diperhatikan adalah:

  1. inti berlatih teater di TeaterAN adalah membangun perasaan seorang anak untuk menikmati suatu proses berlatih yang terkadang penuh dengan kegiatan bermain namun tetap terarah pada penguasaan materi latihan.
  2. rutinitas orang tua untuk mengantar dan menjemput anak dalam mengikuti proses berlatih yang mungkin bisa berlangsung hingga anak menjadi remaja dan mampu berangkat berlatih sendiri,
  3. membuat jadwal dirumah yang memungkinkan anak mempunyai waktu untuk latihan padat menjelang pementasan,
  4. jika merencanakan anak untuk memasuki dunia entertainment maka semestinyalah mengenali kebutuhan dunia entertainment yang terkadang menyita waktu.
  5. demikian pula halnya jika kebutuhannya hanya untuk membekali anak dengan pengembangan kepribadian yang kuat, pengalaman diatas panggung turut menjadi proses pembekalan agar lebih siap menghadapi panggung kehidupan sebenarnya yang terkadang menuntut seseorang mempresentasikan dirinya terutama jika ia menjadi seorang pemimpin.
  6. waktu latihan reguler yang sangat terbatas, tidak serta-merta membuat seorang anak mampu menguasai semua materi pelatihan dan kemampuan setiap anak untuk menyerap materi pelatihan akan sangat berbeda-beda sehingga penentuan peran dalam suatu naskah tidak dapat menjadi tolok ukur prestasinya karena teater juga mencakup peran seseorang dibelakang panggung (lighting, dekorasi/artistik/kreatif, menulis naskah, koreografi dan banyak hal lainnya yang akan menunjang keberhasilan suatu pementasan).
  7. mempelajari teater adalah mempelajari kehidupan itu sendiri agar seseorang mampu membaca kehidupan dan alam.

Tersalur dalam Daya Cipta – menghadapi dorongan emosi

Tiga emosi pokok – rasa marah, rasa takut serta rasa senang – muncul dan berkembang sebagai sarana pelestarian diri. Meskipun emosi harus dikendalikan dengan sengaja, namun penekanan emosi secara tak sadar bisa berbahaya sehingga dapat meledak begitu saja dalam bentuk lain yang lebih menyakitkan, dan menimbulkan konflik kejiwaan atau kalau tidak, penyakit psikomatik. Membiarkan perasaan terungkap secara terbuka ikut memulihkan keseimbangan, karena menghilangkan ketegangan.

Seniman memiliki metode yang amat mengena untuk menguasai emosi: mengubah emosi menjadi seni. Contoh yang bagus adalah aktor, yang menggunakan emosinya sendiri guna menampilkan emosi tokoh yang diperankannya.

William Wordsworth, penyair Inggris abad ke-19, agaknya mengungkapkan pandangan setiap penulis ketika ia mendefinisikan puisi sebagai “luapan spontan perasaan yang kuat” yang bersumber pada “emosi yang diendapkan dalam ketenangan”. Pelukis Belanda Vincent Van Gogh, selagi menulis tentang kehidupan kreatif pelukis, bertanya: “Bukankah daya yang mendorong kita adalah emosi, ketulusan perasaan seseorang terhadap alam?”

Para Anak Negeri

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More
 
Theme © Copyright 2009-2015 Teater AN | Blogger XML Coded And redesigned by Aubmotion